Rabu, 09 April 2014

WAWANCARA DENGAN AFRIZAL, ANGGOTA DPD: "Semua Elemen Masyarakat Harus Bersinergi"

PADANG, SO--Penolakan investasi Superblock Lippo Group yang bakal dibangun di simpang jalan Khatib Sulaiman Padang terus mengalir. Terakhir pada Senin (17/2) ratusan massa dari berbagai elemen yang tergabung dalam  Forum Masyarakat Minangkabau Tolak Superblock Lippo Group (FMM-SBLG) berunjuk rasa ke rumah  Dinas Wali Kota Padang  Fauzi Bahar.

Massa  mendesak agar di hari terakhir masa jabatanya Walikota segera mencabut izin keseluruhan investasi Superblock Lippo Group termasuk membatalkan izin investasi pembangunan  mall dan Hotel Lippo Group termasuk. Sebelumnya rencana pembangunan RS Siloam dan Perguruan Pelita Harapan dalam Super Block itu dibatalkan.


Menurut pendemo yang dipimpin Masfar Rasyid, Irfianda Abidin Dt Penghulu Basa  dan Ketua Paga Nagari  Ibnu Aqil D Ghani itu menyimpulkan bahwa investasi dari perusahaan Lippo Group tersebut bermuatan misi pemurtadan dan dikhawatirkan akan merusak tata nilai masyarakat Minangkabau.

Lantas bagaimana pandangan Anggota DPD RI, H. Afrizal, SE, BAc terhadap kondisi dan iklim investasi di Sumatera Barat. Saat ini, Afrizal merupakan Ketua Tim Kerja Revisi UU Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana Anda melihat adanya penolakan investasi terutama terhadap rencana pembangunan Superblock Lippo Group

Sebelum saya menjelaskan lebih jauh. Selaku Anggota DPD RI yang mewakili Sumbar bersama tiga anggota DPD RI lainnya, tentu saya memiliki kapasitas untuk mencermati kondisi yang ada di daerah, termasuk sektor investasi. Hal ini sesuai tugas yang dipercayakan kepada saya saat ini selaku Ketua Timja Revisi UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Apakah ada pengaruh penolakan tersebut dengan iklim investasi di Sumbar

Jelas ada pengaruhnya. Namun perlu saya tegaskan, pembicaraan ini tidak dalam posisi menolak atau menerima rencana pembangunan Superblock Lippo Group. Saya hanya mencoba memahami kondisi dan berusaha memberikan solusi terhadap kondisi tersebut.

Maksudnya

Investasi baik dalam negeri maupun investasi asing pada suatu daerah merupakan salah satu stimulus yang mempengaruhi pergerakan pertumbuhan ekonomi, selain belanja pemerintah dan kinerja ekspor.

Selama ini Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat cenderung dipicu oleh belanja pemerintah yang terakumulasi dalam APBD dan melalui dana Dekonstrasi dari APBN yang digelontorkan ke daerah, sedangkan nilai ekspor kita belum memuaskan. 

Lihat saja data BPS, pada triwulan III/2013 PE Sumbar hanya 5,9% padahal pada triwulan III/2012 mencapai 6,3% atau berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan Ekonomi ini berhubungan erat dengan ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan arus transaksi barang dan jasa. Secara umum, semakin tinggi PE suatu daerah maka bisa disebut semakin maju dan sejahtera pula masyarakatnya.

Kemudian 

Yah, terkait penolakan investasi Superblock Lippo Group jelas mempengaruh iklim investasi di Sumbar. Para pemilik modal yang berada di luar Sumbar bisa saja berkesimpulan bahwa Sumbar tidak aman dan tidak menjanjikan buat berinvestasi karena tidak ada kepastian.

Bila tidak ada investasi maka saya dapat pastikan kemajuan Sumbar akan tertinggal jauh dari provinsi tetangga seperti Riau dan bakal terus dikejar oleh Jambi.

Buat apa investasi jika pada akhirnya justeru bermuatan misi pemurtadan dan dikhawatirkan akan merusak tata nilai masyarakat Minangkabau

Pertanyaan saya atas alasan tersebut. Apakah memang benar akidah dan tata nilai masyarakat Minang yang dikenal dengan Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandikan Kitabullah ini akan begitu saja tergerus karena investasi tersebut.

Jika benar bisa mempengaruhi akidah dan akhlak misalnya. Saya justeru balik bertanya, apa saja peran dan fungsi lembaga yang kita sangat hormati selama ini. Seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) misalnya.

Menurut pemahaman saya, LKAAM merupakan lembaga sosial yang mewakili kepentingan masyarakat adat di Sumatera Barat yang merupakan wadah penyaluran aspirasi komunitas adat dalam hubungannya dengan pelestarian nilai-nilai adat dalam masyarakat. Sedangkai MUI berfungsi diantaranya memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah, SWT.

Artinya, bila peran tersebut dilaksanakan kedua lembaga terhormat ini berjalan baik, saya yakin akidah dan nilai-nilai adat masyarakat Minang tidak mudah berubah dan terpengaruh oleh perubahan zaman sekalipun. Sebab, bila kita cermati secara seksama masih banyak problem dan prilaku sosial ekonomi yang menurut saya sangat bertolak belakang dengan spirit ABS-SBK. 

Sebut saja di Kota Padang saja misalnya, entah berapa jumlah lokasi prostitusi dengan dalih usaha pijit dan salon, atau anak-anak murid kita yang terpapar sebagai pemakai dan penyalur narkoba, tata berpakaian para gadis-gadis kita dan seterusnya.

Lantas

Saya berharap, lembaga seperti MUI dan LKAAM ini mesti difungsikan secara maksimal, harus ada regulasi atau payung hukum yang jelas dan tegas dari pemerintah agar lembaga ini memiliki kapasitas yang jelas dan ikut punya andil dalam merumuskan suatu kebijakan.

MUI dan LKAAM tidak boleh dijadikan sebagai lembaga pelengkap saja. Lembaga ini harus kita hormati dan diperkuat melalui payung hukum agar bisa berperan dalam setiap kebijakan pembangunan di daerah.

Posisikan lembaga ini sesuai semestinya, jangan dijadikan pelengkap. Kedua lembaga ini mesti diikutsertakan dalam setiap kebijakan dan keputusan pemerintah daerah sehingga fatwa-fatwa MUI dan muatan nilai-nilai adat dan kearifan lokal LKAAM bisa menjadi masukan mendasar pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Apa yang mesti dilakukan pemerintah daerah?

Pemda mesti memberdayakan tigo tali sapilin, tigo tungku sajarangan. Artinya harus melibatkan komponen masyarakat sehingga setiap kebijakan yang akan dilahirkan pemerintah mampu mengakomodir semua kepentingan (termasuk investor) tanpa merusak prinsip-prinsip akidah maupun nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat.

Pemerintah harus meningkatkan kualitas komunikasi dan koordinasi dengan lembaga-lembaga agama dan adat yang ada di daerah. Dalam hal investasi misalnya, mesti ada acuan yang jelas jika berkaitan dengan investasi, apa yang mestinya tidak boleh dan apa yang dibolehkan. Yang saya tidak paham adalah, ketika investasi masuk, lalu serta-merta menolak.

Anda mendukung investasi Superblock tersebut?

Maksud saya tidak bisa diartikan demikian. Jika memang benar ada agenda misionaris dibalik pembangunan Superblock tersebut, tolog dicatat. Saya siap mati untuk menolaknya karena ini terkait akidah, negara juga mengatur kok, tidak boleh ada penganut agama tertentu melakukan pemaksanaan terhadap penganut agama lain untuk ikut ajaran agamanya.

Jika alasan menolak karena ada kekuatiran agenda kristenisasi misalnya, sebaiknya dibicarakan dengan pemiliknya agar memasukkan nilai-nilai lokal. Misalnya, di setiap tingkat di mall tersebut harus ada mushollah yang repsentatif dan memberikan keleluasaan bagi karyawan dalam melaksanakan ibadah atau para karyawan memakai busana muslim misalnya. Kan bisa dibicarakan. Bila mereka tidak mau, baru bisa kita menduga ada niat lain dari pemilik modal.

Saya hanya berharap agar iklim investasi di Sumbar kondusif, kita tidak bisa mengabaikan investasi, kita butuh invetasi dari luar, sebab anggaran APBD saja tidak bakalan mampu mempercepat proses pembangunan di daerah. Kita mesti bisa ramah terhadap perubahan dan kemajuan.

Namun di sisi lain, setiap investasi juga tidak boleh mengabaikan nilai-nilai akidah dan kearifan lokal yang sudah terbangun sejak turun temurtun selama ini. Nah, di disinilah letak peran dan fungsi lembaga agama dan adat seperti MUI dan LKAAM yang sebutkan tadi.

MUI dan LKAAM harus diberdayakan dan diikutsertakan, itu pula bentuk penghormatan kita terhadap ulama dan ninik mamak serta pemuka adat. Bisa saja MUI dengan fatwanya maupun rekomendasi dari LKAAM untuk dijadikan acuan masuknya investasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar