Senin, 11 Maret 2024

Masjid Al-Imam Kambang, Dirancang Insinyur Belanda dan China

 

Masjid Al-Imam
Kambang, mantagismeMasjid Al-Imam yang terletak di Nagari Kambang, Kabupaten Pesisir Selatan, dibangun pada 1924. Masjid kebanggaan masyarakat Kambang ini dicatat oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Balai, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai salah satu benda cagar budaya. 

Bangunan  masjid  ini  dibangun  bersamaan  dengan  kelahiran  dan perkembangan Kenagarian Kambang. Arsitektur dan komponen bangunannya banyak mengandung nilai-nilai falsafah dan lambang masyarakat Nagari  Kambang. 

Denah  bangunan  masjid  berbentuk  bujur  sangkar. Ruang utama di bagian tengah tidak terdapat dinding pembatas, sehingga merupakan ruangan yang terbuka. Di sisi barat terdapat mihrab, sedangkan di  bagian kanan dan kiri bangunan terdapat ruangan samping yang membentuk selasar. 

Selasar  di  bagian  timur  seolah-olah  menjadi  lorong  karena  tertutup  oleh bangunan tambahan berupa bangunan tempat wudu.

Dinding masjid terbuat dari bata lepa berukuran relatif tebal, sekitar 30 cm. Dinding masih asli belum pernah diganti sejak semula dibangun dengan cat berwarna putih. Perubahan pada bagian dinding terutama pada sisi dalam yang diberi tambahan keramik pada bagian bawah setinggi 1 meter.

Tiang utama pada ruang utama terdapat 9 buah yang melambangkan jumlah Koto (Kampung) yang ada pada waktu itu di Nagari Kambang. Tiang yang berderet di depan dekat mihrab sebanyak 14  buah  yang  melambangkan  jumlah  penghulu  yang  berjumlah  14 orang yang berasal dari 4 suku, yaitu suku Kampai Tangah, suku Panai, suku Tigolareh, dan suku Malayu.

Adapun jumlah tiang yang ada di sisi luar  sebelah  timur,  utara,  dan  selatan  berjumlah  50  buah  yang melambangkan jumlah gelar ninik mamak atau mamak kaum yang ada di Nagari Kambang pada waktu itu.

Lantai ruangan utama menggunakan keramik Belanda. Terdapat tiga motif keramik, yaitu warna hitam, biru, dan coklat. Pada bagian tengah umumnya menggunakan keramik warna biru, bagian belakang warna hitam, dan bagian belakang mihrab menggunakan  warna  coklat. 

Pintu  dan  jendela  sudah  mengalami  pergantian.  Hanya  jendela  di samping kanan dan kiri bagian mihrab yang agaknya masih merupakan jendela yang asli dengan daun jendela  berbentuk  jalusi  dari  kayu.  Atap  berupa  atap  seng  tumpang  lima  yang  melambangkan bahwa Nagari Kambang memiliki lima buah masjid adat.

Bersejarah

Masjid ini berada di jantung Nagari Kambang, yakni Balai Kamis Koto Baru. Bangunan ini salah satu bangunan tua di Pesisir Selatan. Para pendirinya, masjid itu diberi nama Al-Imam, yang artinya Sang Pemimpin.

Bentuk bangunannya unik dan sangat menarik. Kabarnya dirancang insinyur dari Belanda dan China dengan perpaduan gaya Timur Tengah dan khas Eropa. Masjid yang tidak pernah dirombak dari bentuk aslinya kini menjadi kebanggaan anak Nagari Kambang dan masyarakat Pesisir Selatan.

Masjid Al-Imam Koto Baru memiliki peran sangat strategis di masyarakat Kambang. Ia selain sebagai tempat syiar agama, juga untuk memecahkan berbagai persoalan ekononomi warga Kambang.

Dari sini dulunya berbagai keputusan penting dilahirkan untuk kepentingan masyarakat. Masjid ini juga merupakan masjid perjuangan.

Al - Imam adalah lambang kesatuan agama dan adat di Kambang. Dalam tambo adat pun disebutkan betapa ia menjadi sentral bagi masyarakat Kambang. Tertuang dalam tambo yang terwarisi hingga kini: "Masajik limo, koto sambilan, imamnya di Koto Baru.

Performa Masjid Al-Imam sungguh membawa kita kemasa lalu. Kubahnya antik dan menarik berupa payung besar, memiliki arti tigo payuang sakaki. Tigo payuang sakaki adalah struktur adat yang tidak lekang hingga kini dan lekat dengan bangunan itu. Kemudian reliefnya yang juga sangat menarik perhatian yang menggambarkan orang Kambang sangat menjaga seni dan keindahan..

Lantas melongok pula ke dalam bangunan. Tiang tiangnya masih orisinil. Tiangnya itu konon kabarnya dibuat orang orang "sakti" di Nagari Kambang. Sebagaimana masjid umumnya tiang masjid tersebut memiliki makna.

Katar Datuak Sati, salah seorang okoh masyarakat Kambang mengatakan, bangunan dan tiang itu telah berdiri semenjak tahun 1926. "Semenjak berdiri, masjid itu tidak banyak mengalami perubahan. Perubahan hanya dilakukan pada daun pintu, sementara yang lainnya tidak," katanya.

Pun hingga kini masih tersimpan di lemari kitab-kitab kuning lama. Kitab-kitab al-Umm, al-Majmu' Syarah Muhazzab, Irsyadus Sari Syarah Shahih Bukhari, Syarah Ihya (Ittihaf Sadatil Muttaqin), Tuhfatul Muhtaj, dan lain-lainnya.

Masjid ini karena terletak di jantung Nagari Kambang, maka setiap waktu tampak makmur. Kegiatan ibadah lima waktu tidak ada yang tertinggal. Pengajian-pengajian selepas Isya atau Subuh juga berlangsung dengan baik dan terencana.

Semenjak dahulu hingga kini, Masjid Al-Imam memiliki peran stategis melahirkan kader kader ulama. n MN/berbagai sumber

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar