Masjid Al Ridho sedang dibangun tahun 2009 |
Tahun
pembangunan masjid pun hanya bisa diketahui dari ukiran dari lempengan besi tua
yang berukirkan huruf-huruf Arab. Bahkan, ukiran berbingkai putih dengan
tulisan-tulisan huruf Arab dicat hijau ini, bentuknya pun kini tak lagi utuh
karena dimakan usia. Namun, tahun pembuatannya masih tertulis jelas yaitu, tahun 1328 Hijriah atau tahun 1907.
H Sugiraya,
Ketua Masjid Al Ridho menuturkan, masjid ini berdiri di atas tanah wakaf.
Pembangunannya pun dilakukan secara bergotong-royong oleh masyarakat.
”Namun, saya
dengar dari orang-orang yang lebih dulu lahir dari saya, bantuan untuk
mendirikan masjid ini sebagian besar dari almarhum Haji Abdul Aziz,” tutur
Sugiraya pada Selasa, 1 September 2009. Ia mengatakan, keturunan Haji Abdul Aziz masih
tinggal di sekitar masjid tersebut.
Walau tak
ada dokumen sejarah yang bisa bercerita lebih banyak tentang masjid ini, namun
bagi Agus Samsiar, lelaki 70 tahun yang juga bendahara, Masjid Al Ridho punya
arti tersendiri bagi masyarakat di sekitar daerah Cokro ini. Pasalnya, masjid
ini pernah menjadi pusat aktivitas keagamaan masyarakat pada waktu itu, karena
belum banyak masjid yang berdiri pada waktu itu di daerah ini.
”Sekarang
kan sudah banyak masjid. Di sekitar sini juga sudah ada beberapa,” tutur Agus.
Awalnya,
menurut Agus, masjid ini hanya seluas 12x12 meter saja dengan dinding yang
terbuat dari papan. Bahkan hingga kini, kayu penyanggah masjid masih berdiri
kokoh. Jumlah awalnya sebanyak 4 buah. Namun kini tinggal 2 saja yang masih ada
karena dirobohkan saat pemugaran. Dan sebentar lagi, sisa-sisa bangunan masa
lalu pun akan segera hilang karena saat ini Masjid Al Ridho sedang dalam
perombakan penuh.
Rencananya
masjid ini akan dibangun 2 lantai dan
akan menjadi salah satu masjid
termegah di Kota Sungailiat. Rencana biaya pembangunannya pun tak main-main
sekitar Rp3,4 miliar. Walau persentase pengerjaan masjid masih
terbilang kecil, namun tanda-tanda kemegahannya telah terlihat. Penyangga-penyangga
kayu yang dulu terbuat dari kayu, kini diganti dengan beton-beton cor.
Karena
sedang dalam pemugaran, kini hanya sebagian kecil ruangan yang bisa digunakan, yaitu sekitar 12 x 6 meter saja. Dan siang itu, tampak
beberapa lelaki sedang tertidur pulas melepas lelah di masjid usai menunaikan
salat Zuhur.
Menurut
Agus, yang datang ke masjid ini memang bukan hanya masyarakat dari sekitar
Cokro, tapi juga dari daerah lain yang memang kebetulan lewat untuk beribadah.
Dari
informasi yang diperoleh Metro Bangka Belitung, saat salat Jumat, pengunjung yang
datang untuk menunaikan salat Jumat sangat ramai. Terkadang jalan pun macet,
karena letak masjid yang memang sangat mepet dengan jalan raya. Agus pun
mengakui hal ini. ”Kalau salat Jumat, sini penuh, sampai keluar-luar sini,”
tutur Agus.
Sayang,
remaja masjid di Al Ridho ini tak begitu aktif. ”Banyak yang nggak ada,” tutur
Agus.
Kini
pengurusan masjid pun harus diserahkan kepada yang tua-tua. Tapi semangat
ibu-ibu Majelis Taklim di sini patut diancungi jempol. ”Kalau Majelis
Taklimnya, saya ancungi jempol. Mending Mbak, kalau usia ibu-ibu ini masih muda, tapi ini sudah
lima puluh tahun ke atas, tapi masih tetap aktif,” kata Agus. Agus sendiri
menyayangkan generasi muda yang kini seolah tak peduli dengan masjid di
lingkungannya ini.
Selain Tarawih, kegiatan rutin yang dilaksanakan di masjid ini
adalah buka puasa bersama. Bagi masyakat sekitar yang menunaikan ibadah Magrib di sini, biasanya juga berbuka
di sini.
”Ada yang nganter makanan dan minuman ke sini,” tutur Agus. Hal ini memang sudah dilaksanakan secara turun-temurun dari saat Masjid Al Ridho ini mulai dibangun. Agus berharap, masjid ini tetap menjadi pusat aktivitas keagamaan masyarakat Cokro dan Sungailiat. (Endang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar